tausiah
“Seorang mukmin jika
berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika
dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah
dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat
yang disebut-sebut Allah dalam ayat, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR Tarmidzi)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Tahukah Anda sekalian apa akibat yang menimpa diri kita jika kita melakukan
maksiat? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah telah meneliti tentang hal ini. Menurutnya,
ada 22 akibat yang akan menimpa diri kita. Karena itu, renungkahlah, wahai
orang-orang yang berakal!
Akibat yang pertama
adalah maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (حُرْماََنُ
الْعٍلْمِ)
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi
ketahuilah, kemaksiatan dalam hati kita dapat menghalangi dan memadamkan cahaya
itu. Suatu ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi’i
yang luar biasa. Imam Malik berkata, “Aku melihat Allah telah menyiratkan dan
memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu
dengan maksiat.”
Perhatikan, wahai Saudaraku sekalian, Imam Malik menunjukkan
kepada kita bahwa pintu ilmu pengetahuan akan tertutup dari hati kita jika kita
melakukan maksiat.
Akibat yang kedua adalah
maksiat akan menghalangi Rezeki ((حُرْمَانُ الرِزْقِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan
ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang hamba dicegah
dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Karena itu, wahai Saudaraku sekalian, kita harus meyakini bahwa
takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita.
Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka
tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu maksiat.
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Akibat ketiga, maksiat
membuat kita berjarak dengan Allah.
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang
arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu
akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak
ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
Akibat maksiat yang
keempat adalah kita akan punya jarak dengan orang-orang baik.
Semakin banyak dan semakin berat maksiat yang kita lakukan, akan
semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. Sungguh jiwa kita akan
kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa sentuhan orang-orang baik
itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak, dan
bahkan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf berkata, “Sesungguhnya aku
bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang
(kendaraan) dan istriku.”
Akibat kelima, maksiat
membuat sulit semua urusan kita ((تَعْسِيْرُ أُمُوْرِهِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan
akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan
maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Sesungguhnya perbuatan
baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati, kekuatan badan
dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada
raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, susutnya
rezeki dan kebencian makhluk.”
Begitulah, wahai Saudaraku, jika kita gemar bermaksiat, semua
urusan kita akan menjadi sulit karena semua makhluk di alam semesta benci pada
diri kita. Air yang kita minum tidak ridha kita minum. Makanan yang kita makan
tidak suka kita makan. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena
benci.
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Akibat keenam, maksiat
melemahkan hati dan badan (أَنَ المَعاَ صِي
تُوْهِن القَلْب َ و الْبَدَنَ
Kekuatan seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika
hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya
kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Wahai Saudaraku, lihatlah bagaimana menyatunya kekuatan fisik dan
hati kaum muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat berhasil
mengalahkan kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal para
sahabat berperang dalam keadaan berpuasa!
Akibat maksiat yang
ketujuh adalah kita terhalang untuk taat
حُرْماَن الطاَعَةِ)
Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat.
Orang yang berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami
sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain yang
lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk
berbuat taat.
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Maksiat memperpendek
umur dan menghapus keberkahan أنَ المَعاَ صِي تَقْصرُ العُمْرَ وبرَكَتَُهُ
Ini akibat maksiat yang kedelapan. Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya.
Ini akibat maksiat yang kedelapan. Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya.
Jika usia kita saat ini 40 tahun. Tiga per empatnya kita isi
dengan maksiat. Dalam kacamata iman, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja.
Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah sedikitpun. Inilah
maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Sementara, Imam Nawawi yang hanya diberi usia 30 tahun oleh Allah
swt. Usianya begitu panjang. Sebab, hidupnya meski pendek namun berkah. Kitab
Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang ditulisnya memberinya keberkahan dan
usia yang panjang, sebab dibaca oleh manusia dari generasi ke generasi hingga
saat ini dan mungkin generasi yang akan datang.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat kesembilan,
maksiat menumbuhkan maksiat lainان المَعاصِي تَزْرَع أَمْثالها) )
Seorang ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan
kebaikan, maka hal tersebut akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang
lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun
akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan itu
menjadi kebiasaan bagi pelakunya.
Karena itu, hati-hatilah, Saudaraku. Jangan sekali-kali mencoba
berbuat maksiat. Kalian akan ketagihan dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah
jadi kebiasaan!
Maksiat mematikan
bisikan hati nurani (ضْعِفُ القَلْبَ)
Ini akibat berbuat maksiat yang kesepuluh. Maksiat dapat
melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk
berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk
bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar: kita tidak bisa
mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti jejak maksiat
ke maksiat yang lain.
Jika sudah seperti itu,
hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama
sekali ((أَنْ يَنْسَلِخَ مِنَ القَلْبِ إسْتٌقْبَاحُها
Jama’ah yang dimuliakan Allah….
Itulah akibat maksiat yang kesebelas. Tidak ada lagi rasa malu
ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi
memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Tidak ada lagi rasa malu
melakukannya. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang lain
dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap ringan dosa
yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata Allah swt.
Para pelaku maksiat yang
seperti itu akan menjadi para pewaris umat yang pernah diazab Allah swt.
Ini akibat kedua belas yang menimpa pelaku maksiat. ميْراَثٌ عَن ْ
أُمَةٍ منَ الأُمَمِ التِي أهْلَكَهاَ اللهُ
Homoseksual adalah maksiat warisan umat nabi Luth a.s. Perbuatan
curang dengan mengurangi takaran adalah maksiat peninggalan kaum Syu’aib a.s.
Kesombongan di muka bumi dan menciptakan berbagai kerusakan adalah milik
Fir’aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan congkak merupakan maksiat warisan
kaum Hud a.s.
Dengan demikian, kita bisa simpulkan bahwa pelaku maksiat zaman
sekarang ini adalah pewaris kaum umat terdahulu yang menjadi musuh Allah swt.
Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
golongannya.”Na’udzubillahi min
dzalik! Semoga kita bukan salah satu dari mereka.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat berbuat maksiat
yang ketiga belas adalah maksiat menimbulkan kehinaan dan mewariskan
kehinadinaan ((أن َ الْمَعْصِيةَ سَبَبٌ لِهَوانِ العَبْد وَسُقُوطُه مِن ْ
عَيْنِهِ
Kehinaan itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat kepada
Allah sehingga Allah pun menghinakannya. “Dan barangsiapa yang dihinakan Allah,
maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang
Dia kehendaki.”(Al-Hajj:18). Sedangkan
kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan
muncul dari ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki
kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10). Seorang Salaf pernah berdoa, “Ya Allah,
anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan kepada-Mu; dan janganlah Engkau
hina-dinakan aku karena aku bermaksiat kepada-Mu.”
Akibat keempat belas,
maksiat merusak akal kita اِنَ اْلمَعَاصِي تُفْسِدُ الْعَقْلَ))
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Tidak mungkin akal yang sehat lebih mendahulukan hal-hal yang
hina. Ulama salaf berkata, seandainya seseorang itu masih berakal sehat, akal
sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan berada
dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan, dan nasihat Al-Qur’an
pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat keimanan. Tidaklah seseorang
melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang!
Akibat kelima belas,
maksiat menutup hati.
Allah berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14). Imam Hasan mengatakan hal
itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk,
maka hatinya pun telah tertutup.
Akibat keenam belas,
pelaku maksiat mendapat laknat Rasulullah saw.
Saudaraku sekalian, Rasulullah saw. melaknat perbuatan maksiat
seperti mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR
Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki
bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap
(HR Tarmidzi), dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah semua itu!
Akibat ketujuh belas,
maksiat menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat.
Kecuali, bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada jalan yang
lurus. Allah swt. berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang
berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya
serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: ‘Ya
Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah
ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan
masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka
dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka,
dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
Akibat kedelapan belas, maksiat
melenyapkan rasa malu.
Padahal, malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah
hilang dari diri kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah
bersabda, “Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak
merasa malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Akibat kesembilan belas,
maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan Allah.
Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk
mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita
bermaksiat, kita sadari atau tidak, kita telah menganggap remeh adzab Allah.
Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini
kedurhakaan yang luar biasa!
Saudaraku yang dimuliakan Allah….
Maksiat memalingkan
perhatian Allah atas diri kita. Ini akibat yang kedua puluh.
Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat
berteman dengan setan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka
sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
Maksiat melenyapkan
nikmat dan mendatangkan azab. Ini akibat yang kedua puluh satu.
Allah berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Ali r.a. berkata, “Tidaklah turun bencana melainkan karena dosa.
Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat.” Karena itu, bukankah sekarang
waktunya bagi kita untuk segera bertobat dan berhenti dari segala maksiat yang
kita lakukan?
Dan akibat yang
terakhir, yang kedua puluh dua, maksiat memalingkan diri kita dari sikap
istiqamah.
Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan
pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup
membayar dengan harga tinggi. Saudaraku, siapakah yang sanggup membeli diri
kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri kita
dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya
dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu!
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Renungkan! Renungkan…!
Semoga Allah menjaga kita semua dari perbuatan maksiat. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar